Kriteria penetapan fungsi Kawasan Suaka Alam (KSA) dimuat oleh PP nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelstarian Alam (KPA).
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka Alam terbagi menjadi 2, yaitu kawasan Cagar Alam (CA) dan kawasan Suaka Margasatwa (SM). Kedua kategori kawasan tersebut dilindungi secara ketat, sehingga tidak boleh ada sedikitpun campur tangan manusia dalam proses-proses alami yang terjadi di dalam kawasan tersebut. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Kriteria, fungsi dan pemanfaatan masing-masing jenis KSA adalah sebagai berikut :
A. Cagar Alam
Cagar Alam adalah KSA yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan/keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman tumbuhan beserta gejala alam dan ekosistemnya yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar keberadaan dan perkembangannya dapat berlangsung secara alami. Berdasarkan Buku Statistik Kemenhut 2011, saat ini terdapat 239 unit Cagar Alam Darat dengan total luas 4.330.619,96 hektar, dan 6 unit Cagar Alam perairan dengan luas sekitar 154.610,10 hektar. Untuk dapat diusulkan sebagai kawasan Cagar Alam, suatu kawasan harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :
- Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem;
- Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu;
- Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaaannya terancam punah;
- Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami; dan/atau
- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
Terkait apa saja hal-hal yang dapat dilakukan di dalam kawasan, maka Cagar alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang berupa :
- Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
- Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan
- Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
B. Suaka Margasatwa
Suaka Margasatwa adalah KSA yang mempunyai kekhasan/keunikan jenis satwa liar dan/atau keanekaragaman satwa liar yang untuk kelangsungan hidupnya memerlukan upaya perlindungan dan pembinaan terhadap populasi dan habitatnya.
Data Statistik Kemenhut 2011 menunjukkan bahwa saat ini terdapat Suaka Margasatwa darat sebanyak 71 unit dengan luas 5.024.138,29 hektar serta 4 unit Suaka Margasatwa perairan dengan luas sekitar 5.588,00 hektar. Untuk dapat diusulkan sebagai kawasan Suaka Margasatwa, suatu kawasan harus memiliki beberapa kriteria sebagai berikut :
- Merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah;
- Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
- Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau
- Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.
Suaka margasatwa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
- Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
- Pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
- Penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam terbatas; dan
- Pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
C. Pengelolaan Blok dan Perlindungannya
Penataan KSA dilakukan membentuk blok-blok pengelolaan. Blok pengelolaan KSA meliputi:
- Blok perlindungan;
- Blok pemanfaatan; dan
- Blok lainnya.
Khusus terkait upaya perlindungan, perlindungan KSA mencakup 4 tujuan:
- Terjaminnya proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari flora, fauna, dan ekosistemnya;
- Menjaga, mencegah, dan membatasi kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi dan kawasan serta perubahan fungsi kawasan, baik yang disebabkan oleh manusia, ternak, kebakaran, alam, spesies invasif, hama, dan penyakit;
- Menjaga hak negara, masyarakat, dan perorangan atas potensi, kawasan, ekosistem, investasi, dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan KSA dan KPA;
- Menjamin keutuhan potensi, kawasan, dan fungsi kawasan.
Upaya perlindungan yang dilakukan tersebut melalui:
- Pencegahan, penanggulangan, dan pembatasan kerusakan yang disebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama, dan penyakit;
- Melakukan pengamanan kawasan secara efektif
Spesies invasif adalah definisi yang menjelaskan tentang spesies yang bukan spesies asli tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi habitat yang mereka invasi. Makna lain dari spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang mengkolonisasi suatu habitat secara masif. Namun spesies yang diperkenalkan secara sengaja oleh manusia bukan untuk memengaruhi suatu habitat melainkan untuk keuntungan hidup manusia dan sekelompok manusia dinamakan spesies introduksi.
Umumnya, invasi terjadi karena suatu kompetisi. Spesies selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya sehingga salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Hal ini cukup mengeliminasi spesies asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya. Selain dengan tumbuh dan berkembang dengan cepat, mereka juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies asli.
Di bawah ini beberapa contoh spesies invasif yang ditemukan di Indonesia.
Sumber: PP nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelstarian Alam (KPA).
Baca juga mengenai: Cagar Biosfer