Wilayah pedesaan menurut Wibberley, menunjukkan bagian suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau. Tanah di pedesaan umumnya digunakan bagi kehidupan sosial seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga dan sebagainya semua itu dilakukan di dalam kampung. Adapun kehidupan ekonomi seperti bertani, berkebun, beternak, memelihara atau menangkap ikan, menebang kayu di hutan, dan lain-lain, umumnya dilakukan di luar kampung, walaupun adapula kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di dalam kampung seperti perindustrian, perdagangan, dan lain-lain. Jadi, pola penggunaan tanah di pedesaan yaitu untuk perkampungan dalam rangka kegiatan sosial dan untuk pertanian dalam rangka kegiatan ekonomi.
a. Penggunaan tanah untuk perkampungan
Bentuk perkampungan desa yang terdapat di permukaan bumi, satu sama lainnya berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi fisik geografis setempat. Pada daerah pedataran memperlihatkan bentuk perkampungan yang berbeda, dibandingkan dengan bentuk perkampungan di daerah perbukitan atau pegunungan. Bentuk perkampungan atau pemukiman di pedesaan, pada prinsipnya mengikuti pola persebaran desa yang dapat dibedakan atas perkampungan linear, perkampungan memusat, perkampungan terpencar, dan perkampungan yang mengelilingi fasilitas tertentu.
1) Bentuk perkampungan linier
Bentuk perkampungan linier merupakan bentuk perkampungan yang memanjang mengikuti jalur jalan raya, alur sungai, dan garis pantai. Biasanya pola perkampungan seperti ini banyak ditemui di daerah pedataran, terutama di dataran rendah. Pola ini digunakan masyarakat dengan maksud untuk mendekati prasarana transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan di sepanjang pinggiran pantai.2) Bentuk perkampungan memusat Bentuk perkampungan memusat merupakan bentuk perkampungan yang mengelompok (agglomerated rural settlement). Pola seperti ini banyak ditemui di daerah pegunungan yang biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan, sehingga merupakan satu keluarga atau kerabat. Jumlah rumah umumnya kurang dari 40 rumah yang disebut dusun(hamlet) atau lebih dari 40 rumah bahkan ratusan yang dinamakan kampung (village).
3) Bentuk perkampungan terpencar
Bentuk perkampungan terpencar merupakan bentuk perkampungan yang terpencar menyendiri (disseminated rural settlement). Biasanya perkampungan seperti ini hanya merupakan farmstead, yaitu sebuah rumah petani yang terpencil tetapi lengkap dengan gudang alat mesin, penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak, dan rumah petani. Perkampungan terpencar di Indonesia jarang ditemui. Pola seperti ini umumnya terdapat di negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagainya.
4) Bentuk perkampungan mengelilingi fasilitas tertentu
Bentuk perkampungan seperti ini umumnya kita temui di daerah dataran rendah, yang di dalamnya banyak terdapat fasilitas-fasilitas umum yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Fasilitas tersebut misalnya mata air, danau, waduk, dan fasilitas lain.
b. Penggunaan tanah untuk kegiatan ekonomi
Penggunaan tanah di pedesaan terdiri atas pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, perdagangan dan industri. Dalam tata guna tanah di pedesaan, juga termasuk penggunaan air dan permukaannya, seperti laut, sungai, danau, dan sebagainya. Pola penggunaan tanah di pedesaan umumnya didominasi oleh pertanian, baik pertanian tradisional maupun pertanian yang telah maju (sudah memanfaatkan mekanisme pertanian). Hal ini sesuai dengan struktur mata pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar sebagai petani, baik petani pemilik maupun buruh tani. Sebagai gambaran pemanfaatan tanah di pedesaan, dapat dilihat pada tabelberikut.
Walaupun sebagian besar lahan di pedesaan diperuntukkan bagi pertanian, sistem kepemilikan lahan petani di Indonesia masih sangat kecil. Rata-rata petani di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, merupakan petani gurem yang memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 ha. Dalam kelas kepemilikan lahan pertanian kurang dari 0,5 ha termasuk dalam kategori petani miskin. Karena terbatasnya modal dan keterampilan, sehingga menjadikannya tidak banyak pilihan, kecuali sebagai buruh tani. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minimnya produktivitas yang otomatis mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan petani.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan dalam rangka pembangunan masyarakat desa khususnya dalam sektor pertanian, akan tetapi hasil yang dicapai sampai sekarang belum memperlihatkan kemajuan yang mencolok. Untuk itu, perlu penertiban oleh pemerintah dalam hal penguasaan tanah di pedesaan, terutama yang banyak dilakukan oleh kaum tuan-tuan tanah.